Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menuntaskan permasalahan buta aksara adalah dengan menyelenggarakan program pendidikan keaksaraan dasar yang bertujuan untuk melayani penduduk buta aksara usia 15 - 59 tahun, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia. Namun hingga tahun 2018 Indonesia belum terbebas dari persoalan buta aksara. Berdasarkan Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (2018), secara nasional angka buta aksara masih menyisahkan sekitar 2,068% atau 3.474.694 orang. Sementara Provinsi Sulawesi Barat masuk sebagai enam Provinsi dengan persentase buta aksara tertinggi atau berada pada Zona merah yakni mencapai 36.124 orang atau 4,360% buta aksara usia 15-59 tahun. Buta aksara tertinggi terdapat di kabupaten Majene sebesar 9,30%, tertinggi kedua kabupaten Pasangkayu 7,43%, tertinggi ketiga Kabupaten Mamasa 6,37%. Kabupaten Polman merupakan Kabupaten terendah buta aksara 1,57%, terendah kedua Kabupaten Mamuju 2,68% dan terendah ketiga Kabupaten Mamuju Tengah 4,45%. (Dit. Bindiktara, 2019).
Selain permasalahan masih tingginya angka buta aksara di Sulawesi Barat, terdapat juga persoalan penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, diantaranya: a) pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai alokasi belajar minimal 114 jam, b) penyelenggara merekrut warga belajar yang sudah melek aksara, c) penyelenggara memberikan SUKMA kepada lulusan program KD, tetapi belum melek aksara, d) tutor kurang memiliki pengaruh dan karisma, sehingga berdampak pada rendahnya motivasi warga belajar mengikuti pertemuan pembelajaran. (Laporan Hasil Studi Pendahuluan, 2019).
Penyelenggara program pendidikan keaksaraan dasar adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan lembaga lain sesuai kriteria. Sedangkan sumber pembiayaan penyelenggaraan program berasal dari bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Bindiktara).
Berdasarkan data pokok pendidikan (Dapodik, 2020) jumlah PKBM dan SKB di Sulawesi Barat mencapai 169 satuan. Dengan jumlah lembaga tersebut mestinya mampu menekan tingginya angka buta aksara di Sulawesi Barat, karena salah satu program utamanya adalah keaksaraan dasar dengan ditunjang oleh bantuan BOP dari Pemerintah. Satuan Pendidikan Non Formal (PKBM dan SKB), dimungkinkan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan program keaksaraan dasar. Seperti lembaga keagamaan, Babinsa, pemerintah desa, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat dan pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan masyarakat. Komponen yang dapat dikerjasamakan diantaranya: pendataan warga buta aksara, tutor, pengelola, tempat belajar dan lain-lain. Lembaga keagamaan seperti Gereja dan Masjid dapat dijadikan sebagai mitra. Sebagai bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan program keaksaraan dasar tersebut, agar lebih efektif dan efisien, maka perlu dikembangkan model penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar melalui pelibatan tokoh agama sebagai upaya untuk mendorong terciptanya pendidikan keaksaraan dasar yang mampu berkontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk buta aksara dan penjaminan mutu program pendidikan keaksaraan dasar.
Hasil ujicoba model yang melibatkan tokoh agama sebagai tutor, dari unsur pendeta dan imam masjid atau majelis taklim di Kabupaten Mamasa. Model ini dilaksanakan oleh tiga lembaga penyelenggara, yakni PKBM Anugerah Tawalian, SKB Kab. Mamasa dan PKBM Harapanku. Masing-masing lembaga penyelenggara terdiri dari 2 kelompok belajar. Setiap kelompok belajar terdiri dari 10 orang peserta diidik dan 1 orang tutor dari unsur pendeta. Adapun hasilnya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Proses Pembelajaran
Pelaksanaan proses pembelajaran diawali dengan doa yang dipimpin oleh pendeta. Peserta didik pada masing-masing kelompok belajar, homogen beragama Kristen. Sehingga dalam doa dapat diselipkan, pentingnya belajar sebagaimana firman Tuhan.
Sementara, kondisi pelaksanaan proses pembelajaran berjalan dengan baik pada masing-masing kelompok belajar. Hal tersebut tergambar dari antusias peserta didik mengikuti proses pembelajaran. Selain itu motivasi datang belajar sangat tinggi, setiap pertemuan. Alasan mereka datang belajar, yakni, pertama ingin pintar membaca dan menulis, supaya tidak “dibodoh-bodohi oleh orang”. Alasan kedua agar dapat membaca Alkitab, hal yang menarik disampaikan salah satu peserta didik yakni “saya mengenal Tuhan, tetapi saya tidak bisa membaca firmannnya”. Alasan ketiga, “supaya kami tidak kesulitan menulis, saat menerima bantuan dari pemerintah.
2. Kehadiran Tokoh Agama Mengajar
Berdasarkan pengakuan peserta didik pada masing-masing kelompok belajar, menyatakan bahwa peserta didik lebih mudah memahami dan menerima pembelajaran dari pendeta, karena mengenal secara dekat dan akrab dengan pendeta. Selain itu, pendeta juga memiliki karisma yang membuat peserta didik mau mengikuti ajakannya untuk belajar.
3. Tingkat Kehadiran Peserta Didik
Tingkat kehadiran peserta didik tiap pertemuan masing-masing kelompok belajar sangat tinggi, di atas 70%. Kelompok belajar pada PKBM Anugerah Tawalian yakni kelompok belajar El-Shaday mencapai 73,69%, dan kelompok belajar Ooster 74,37%. Sementara kelompok belajar Usia Rantelemo mencapai 75%, dan Kelompok Belajar Usia Indah Buntu Tille mencapai 70%, kelompok belajar ini dikelola oleh SKB Kab. Mamasa. Demikian juga pada kelompok belajar yang dikeloa PKBM Harapanku, yakni kelompok belajar Tandukbulawan I mencapai 70.00% dan kelompok belajar Tanduk Bulawan II 70.00%.
Sementara, kelompok belajar yang melibatkan tokoh agama sebagai tutor dari unsur imam masjid atau majelis taklim, dilaksanakan oleh PKBM Alfa Omega dan Yayasan Pendidikan Harapan Bersama. Adapun gambaran pelaksanaannya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan proses pembelajaran menunjukkan hasil yang baik pula. Hal tersebut terlihat dari antusias peserta didik mengikuti proses pembelajaran cukup baik.
2. Tokoh Agama Mengajar
Tanggapan peserta didik terkait tokoh agama mengajar yakni lebih mudah dipahami. Karena sudah mengenal dan percaya kepada imam masjid atau majelis taklim yang tinggal dekat dari tempat tinggal peserta didik.
3. Tingkat Kehadiran Peserta Didik
Tingkat kehadiran peserta didik tiap pertemuan masing-masing kelompok belajar sangat tinggi, di atas 70%. Kelompok belajar PKBM Alfa Omega, mencapai 90%, dan kelompok belajar yayasan harapan bersama mencapai 83%.
Berdasarkan urain di atas, dapat disimpulkan kehadiran tokoh agama sebagai tutor sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan proses pembelajaran dan tingkat kehadiran peserta didik dalam setiap pertemuan pembelajaran. (Harianto Baharuddin, BPPAUD dan Dikmas Sulbar)